Masjid Raya Al-Bakrie: Diplomasi Budaya Lampung dari Ruang Ibadah ke Panggung Dunia

INFOBDL---Sejak diresmikan pada 12 September 2025, Masjid Raya Al-Bakrie langsung menyedot perhatian publik. Bangunan dengan arsitektur modern bernuansa Timur Tengah itu berdiri gagah di jantung Kota Bandar Lampung. Kubah emasnya berkilau, menandai kehadiran ikon baru yang bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga simbol diplomasi budaya Provinsi Lampung.


Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menegaskan bahwa masjid ini akan difungsikan sebagai ruang multiguna: tempat salat, pusat pendidikan, kegiatan sosial, sekaligus destinasi pariwisata religi. “Kami ingin Masjid Raya Al-Bakrie menjadi wajah baru Lampung yang ramah, terbuka, dan membanggakan,” ujar Mirza. Ia bahkan berencana menyiapkan layanan shuttle bus dari bandara agar wisatawan dapat langsung singgah.

Dari Ibadah ke Pariwisata Religi

Lampung selama ini dikenal sebagai pintu gerbang Sumatera. Namun, identitas budayanya kerap tertutup oleh popularitas daerah lain. Dengan hadirnya Masjid Raya Al-Bakrie, pemerintah daerah ingin menegaskan posisi Lampung sebagai destinasi religi sekaligus pusat kegiatan Islam di Sumatera bagian selatan.

Masjid berkapasitas 12 ribu jamaah ini dirancang lebih dari sekadar rumah ibadah. Di dalam kompleks seluas 2,2 hektar itu terdapat ruang belajar Al-Qur’an, perpustakaan, ballroom, hingga area UMKM. Fasilitas tersebut diharapkan menjadi magnet wisatawan, sekaligus menggerakkan roda ekonomi masyarakat. “Kami ingin masjid ini memberi manfaat langsung bagi warga sekitar,” kata Aburizal Bakrie, tokoh nasional yang memprakarsai pembangunan melalui Yayasan Bakri Amanah.


Diplomasi Budaya lewat Arsitektur

Arsitektur masjid memadukan gaya kontemporer dengan sentuhan tradisi Nusantara. PT Urbana Indonesia, konsultan yang merancang bangunan, menampilkan garis modern namun tetap menyisakan ruang untuk aksen lokal. Area hijau, taman anak, dan jogging track menegaskan bahwa masjid ini bukan ruang eksklusif, melainkan ruang publik yang hidup.

Pemerintah provinsi berharap rancangan ini bisa menjadi medium diplomasi budaya. Melalui arsitektur dan aktivitas keagamaan, Lampung memperkenalkan dirinya kepada dunia: sebuah daerah yang religius, inklusif, dan modern. Menteri Agama Nasaruddin Umar bahkan menyebut masjid ini bisa menjadi teladan nasional dalam pengelolaan rumah ibadah yang ramah bagi semua.

Strategi Membangun Citra Lampung

Langkah menjadikan masjid sebagai ikon pariwisata religi bukan tanpa perhitungan. Data BPS Lampung menunjukkan kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara meningkat dalam lima tahun terakhir. Kehadiran Masjid Raya Al-Bakrie diproyeksikan memperkuat tren itu. “Diplomasi budaya Lampung bukan lagi lewat panggung seni atau kuliner semata, tetapi juga lewat simbol keagamaan yang menyatukan,” kata Mirza.

Sejumlah agenda berskala nasional dan internasional sudah menanti. Dalam waktu dekat, masjid ini akan menjadi lokasi program Damai Indonesiaku TV One dengan menghadirkan penceramah dari dalam dan luar negeri. Pemerintah daerah juga berencana menjadikan masjid sebagai tuan rumah forum dialog antaragama dan konferensi Islam internasional.


Warisan untuk Generasi Mendatang

Bagi keluarga besar Bakrie, masjid ini adalah bentuk pengabdian kepada tanah kelahiran Haji Achmad Bakrie. “Kami ingin menghadirkan warisan yang bermanfaat lintas generasi,” kata Aninditha Anestya Bakrie, Ketua Pelaksana Pembangunan.

Warisan itu kini berada di tangan masyarakat Lampung. Bagaimana masjid ini dikelola dan dimakmurkan akan menentukan sejauh mana diplomasi budaya Lampung bisa menggaung di kancah nasional bahkan internasional.

Masjid Raya Al-Bakrie bukan sekadar landmark keagamaan. Ia adalah simbol identitas baru Lampung: daerah yang meneguhkan akar budaya dan religiusitasnya, sekaligus membuka diri pada dunia.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda